1

Cerita Kakekku Yang Memberikan Inspirasi Kepada Aku

Share this Article on :

Ini adalah sebuah cerita dari kakek saya, Apa yang saya sampaikan adalah sebuah cerita. Sesuatu yang telah dialami oleh seorang laki-laki renta 80 tahunan yang jalannya tak tegap lagi. Seorang laki-laki yang oleh Allah disempatkan untuk Umroh beberapa waktu kemaren. Seseorang yang memberi pelajaran pada saya tentang cara “mempengaruhi” dengan manis, cara mendapat simpati tanpa penolakan.
Mulalilah laki-laki itu bercerita. Dia adalah orang pendatang ditempatnya sekarang. Awalnya dia hanya memiliki sepetak tanah kecil untuk pondoknya yang dihuninya bersama istri serta beberapa anak. Sementara tetangganya yang merupakan tran lokal memiliki petak tanah yang tak hanya cukup untuk tempat tinggal, tapi juga untuk usaha (tanam sayur atau nanam karet). Kakek renta inipun sadar. Dia punya keluarga yang harus dinafkahi.Aktivitaasnya sebagai imam mushala kecil belum terlalui diakui keberadaannya. Karena kakek itu hanya dipandang sebagai sosok tetua yang nasehatnya berharga.
Maka pada suatu malam, kakek renta itu memanggil tetangganya untuk mengadakan rapat, tak ada siapapun yang tahu apa agenda rapat itu. Jamuanpun dilakukan sebagai kewajiban tuan rumah kepada tamu. Setelah suasana akrab muncul mulalilah kakek ini bercerita tentang apa yang membelit dirinya dan keluarganya. Tentang petak sempit yang dia miliki, tentang usaha yang tidak mencukupi, tentang tuntutan menafkahi keluarga, tentang keinginan pulang kampong karena kondisi yang sangat sulit itu, dan tentang keinginan tetap bertahan asalkan terpenuhinya harapan.
Para petangga terenyuh mendengar penuturan sang kakek, mereka merasa sedih tak bisa berbuat apa-apa untuk menolong sang kakek, namun ketika mendengar sang kakek menuturkan sebuah harapannya, maka penasaranpun menyinggahi hati para tetangga. “Apa harapan yang ingin engkau penuhi, kek ?” kata sebagian mereka. Kakek itupun mengatakan, “aku ingin memiliki sebidang tanah yang bisa aku Tanami dengan pisang, sayur, dan buah-buahan yang hasilnya nanti bisa aku jual untuk mencukupi kebutuhan keluargaku.” Jawab sang kakek penuh harap
“Namun, aku tak tahu dari mana tanah itu kudapatkan, selain tak ada yang mau menjual, akupun tak memiliki cukup dana untuk membeli tanah. Hal inilah yang membuatku sedih dan mendorongku untuk meninggalkan tempat ini” ucap kakek tua memelas
Setelah mendengar curahan hati sang kakek, para tetangga saling pandang, mereka diam, dan ucapan salah seorang dari mereka memecahkan kebekuan.
“Kakek adalah sosok penting di tempat kita, saya tak akan membiarkan kakek pulang kampong dan pergi dari desa ini. Tenang aja kek, saya siap menjual sebagian tanah saya pada kakek.” ucapnya bijak
Mendengar hal itu kakek sangat bersyukur sekaligus sedih, “Aku tak punya uang untuk membeli tanahmu nak,” kata sang Kakek kecewa
“Tenang aja kek, kakek bisa mencicilnya atau nanti kalau kakek udah ada uang baru kakek bayar.” Jawab laki-laki itu tanpa beban
Hal tersebut membuat tetangga lain tergerak dan sudi melakukan hal serupa, menjual sebagian tanah mereka kepada sang kakek dengan akad yang sama. Malam itu sang kakek tak bisa menyembunyikan rasa bahagianya, begitupun para tetangga yang hadir tak bisa menutupi bahwa ada perasaan lega ketika mereka mampu melakukan sesuatu yang sangat berharga bagi sang kakek. Akhirnya kakek tua itupun memiliki lahan untuk berkebun, dan kini lahan itu telah lunas dia bayar.
Ketika menuliskan cerita ini, saya masih terbayang pembicaraan siang itu, disebuah warung yang menyatu dengan rumah kayu yang terlihat lapuk dan renta. Warung berpagar yang sekilas dilihat dari luar sepi, namun ketika masuk kedalamnya tersaji ragam menu santapan, sapaan hangat dan akrab, sederhana dan kesahajaan serta hikmah kehidupan yang berbinar-binar benderang.
Saya salut, dengan teknik dan strategi komunikasi sang kakek dengan tanpa menyakiti, memaksa membuat audiens tanpa berat hati sudi memenuhi keinginan sang kakek.


Artikel Terkait:

1 komentar:

Unknown mengatakan...

OK keren bos...

Posting Komentar